PENGGUNAAN ALBUMIN IKAN GABUS (OPHIOCEPHALUS STRIATUS) PADA PENUTUPAN LUKA
Latar Belakang
Daging ikan merupakan bahan biologik yang secara kimiawi disusun protein, karbohidrat, lemak, vitamin, enzim dan sebagainya (Hadiwiyoto, 1993). Kadar protein ikan 16 – 20 %, yang terdiri dari asam amino esensial dan non esensial (Tranggono, 1991). Protein digunakan untuk pertumbuhan sel, penyusun struktur sel, memelihara membran sel, penyusun antibodi, hormon dan enzim (Prawirokusumo, 1994). Protein yang banyak perperan dalam hal tersebut adalah protein plasma. Albumin dalam plasma darah 3,5 – 5,5 g/dl sedangkan globulin hanya 1,5 – 3 g/dl (Murray at al., 1993).
Albumin dihasilkan hati yang tersusun dari 548 asam amino. Lima puluh persen sintesis protein hati adalah albumin dengan produksi total 100–200 mg/kg BB/hari. Albumin mempengaruhi 80% tekanan osmotik koloid, yang berikatan kation dan anion serta pengangkut asam lemak, obat-obatan, hormon, enzim, logam, dan radikal bebas (Kemalasari, 2002).
Rendahnya albumin dijumpai pada kasus malnutrisi, kelaparan dan kasus patologi pencernaan sehubungan dengan daya cerna dan penyerapan protein. Turunnya kadar serum albumin akan menyebabkan turunnya tekanan osmotik darah, akibatnya terjadi perembesan cairan yang menerobos pembuluh darah masuk kejaringan tubuh sehingga terjadi oedema (Winarno, 1993)
Penurunan kadar albumin dapat dicegah dengan pemberian albumin dari luar tubuh, mengingat sintesis albumin dalam tubuh sangat sedikit. Kasus seperti ini terjadi pada pasien pasca operasi yang memerlukan penyembuhan luka dengan cepat. Albumin dan Zn berperanan penting dalam penyembuhan luka, karena albumin memiliki kemampuan mengikat Zn serta mengangkutnya dalam plasma darah (Harper et al., 1996). Menurut Japaries (1988) defisiensi Zn menyebabkan kurangnya daya penyembuhan luka.
Untuk memenuhi kebutuhan albumin pada pasien pasca operasi, selama ini digunakan Human Serum Albumin (HSA) impor yang harganya sangat mahal (Rp. 1.820.600/600 ml dan Rp. 1.573.200/200 ml) dan setiap pasien pasca operasi memerlukan 2 – 4 botol, oleh karena itu perlu dicari sumber albumin yang lebih murah tetapi mempunyai aspek klinis yang sama seperti HSA.
Telah diuji coba pada instalasi gizi dan bagian bedah RSUD Dr. Syaiful Anwar Malang terhadap pasien pasca operasi dengan kadar albumin rendah (1,8 g/dl). Pemberian diet 2 kg ekstrak ikan gabus per hari mampu meningkatkan albumin darah menjadi normal (3,5 – 5,5 g/dl) dan luka operasi menutup dalam waktu 8 hari tanpa efek samping. Pada uji coba yang sama, pemberian diet 15 butir telur per hari selama 8 hari, kadar albumin menjadi normal tetapi timbul efek samping kadar kolesterol meningkat. Hal ini berbahaya bagi pasien yang mengalami resiko kadar kolesterol tinggi (Soemarko, 1998). Kandungan protein ikan gabus cukup tinggi bila dibandingkan ikan yang lain yaitu 25,2 g/100 g daging ikan gabus segar. Selain itu dikatakan oleh Suprayitno, dkk (1998) bahwa ikan gabus mengandung albumin 62,24 g/kg dan Zn 17,41 mg/kg.
Metode pemberian obat bisa melalui anus, mulut, injeksi, oles, hirup, suntikan langsung ke dalam pembuluh darah (intravena) (Anonymous, 2003). Permasalahan yang dapat diambil apakah pemberian albumin ikan gabus dengan cara berbeda berpengaruh terhadap penutupan luka.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk menentukan metode pemberian albumin ikan gabus yang efektif terhadap penutupan luka tikus.
1.3 Kegunaan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai metode pemberian albumin ikan gabus terhadap penutupan luka dan kadar serum albumin pada tikus sehingga dapat digunakan sebagai pengganti HSA.
1.4 Hipotesis
Pemberian albumin ikan gabus secara langsung pada luka dalam bentuk serbuk mampu mempercepat penutupan luka tikus dibanding metode yang lain.
2. METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen. Parameter penelitian adalah serum albumin, Zn, berat badan dan penutupan luka. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan perlakuan A pemberian serbuk albumin melalui sonde, B pemberian serbuk albumin secara langsung pada luka, C pemberian serbuk albumin langsung pada luka dalam bentuk pasta dan D sebagai kontrol. Ulangan sebanyak 3 kali. Proses Pembuatan Serbuk Albumin Ikan Gabus disajikan pada gambar 1.
Gambar 2. Prosedur uji biologis pada tikus
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Kadar Serum Albumin
Kadar serum albumin tikus pasca perlakuan adalah 2,73 g/dl (A), 3,16 g/dl (B), 3,31 g/dl (C) dan 2,88 g/dl untuk tikus kontrol. Kadar serum albumin pada tikus pra dan pasca perlakuan disajikan pada Tabel 1.
Table 1. Kadar Serum albumin tikus pra dan pasca perlakuan
Pelakuan Kadar serum albumin (g/dl) Perubahan (%)
Pra Perlakuan Pasca Perlakuan Peningkatan Penurunan
A 3.18 2.73 14.15
B 2.58 3.16 22.48
C 3.11 3.31 6.43
Kontrol 4.37 2.88 34.09
Keterangan :
Perlakuan A : metode sonde, 1 g serbuk albumin + 4 cc air + 1 % CMC.
Perlakuan B : langsung pada luka, 1 g serbuk albumin.
Perlakuan C : metode oles, 1 g serbuk albumin + 4 cc air + 2 % CMC.
Kontrol : tanpa perlakuan
Dari Tabel 1 nampak bahwa albumin perlakuan A turun 14,15 % dari 3,18 g/dl menjadi 2,73 g/dl. Perlakuan B albumin meningkat 22,48 % dari 2,58 g/dl menjadi 3,16 g/dl. Perlakuan C meningkat 6,43 % dari 3,11 g/dl menjadi 3,31 g/dl. Untuk kontrol turun 34,09 % dari 4,37 g/dl menjadi 2,28 g/dl.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa kadar albumin tikus perlakuan dan kontrol tidak berbeda nyata (F hitung F tabel 0,05). Hal ini karena kadar serum albumin tikus mulai naik menuju ke keadaan normal 3,5 – 5,5 g/dl (Murray et al., 1993). Penurunan albumin dapat terjadi karena tikus dalam keadaan sakit setelah dilukai. Hal ini sesuai dengan pendapat Davidson et al., (1979) bahwa turunnya kadar protein, terutama albumin dalam tubuh dapat terjadi karena adanya luka atau kerusakan dalam jaringan sisa operasi.
Penurunan albumin perlakuan A, disebabkan penyerapan dan distribusi albumin yang lambat karena albumin ikan gabus harus melewati proses metabolisme sebelum digunakan atau adanya luka dalam akibat jarum sonde atau albumin dalam tubuh maupun intake masih digunakan penyembuhan luka. Menurut Harper et al. (1996), bahwa selama masa pertumbuhan dan perbaikan jaringan yang rusak harus disediakan kalori tambahan. Nutrisi yang ada, disamping untuk aktivitas juga penyembuhan luka, sehingga tikus belum normal kadar albuminnya. Pada kondisi kekurangan protein, tubuh akan menarik cadangan energi dalam jaringan dan protein plasma termasuk albumin untuk kebutuhan metabolisme. Penurunan kadar albumin perlakuan A 14,15 %, lebih kecil dibanding tikus kontrol 34,09 % hal ini kemungkinan disebabkan karena intake protein albumin yang sedikit sehingga metabolisme dalam tubuh menurun, begitu juga kadar serum albumin. Kebutuhan protein harian tikus adalah 25 % dari total berat badan (Smith, 1988).
Peningkatan albumin tikus perlakuan B dan C hal ini mungkin disebabkan karena albumin tubuh tidak banyak digunakan untuk perbaikan jaringan, sehingga kadar albumin tikus menjadi normal. Peningkatan kadar albumin perlakuan B lebih besar daripada C hal ini karena albumin dalam bentuk serbuk dapat diserap langsung oleh luka. Untuk perlakuan C penyerapan albumin oleh luka kurang sempurna karena adanya penambahan air dalam pasta.
3.2 Kadar Zn Darah
Kadar Zn darah tikus pasca perlakuan adalah 0,1268 g/dl (A), perlakuan B 0,1967 g/dl, C 0,1419 g/dl, tikus kontrol 0,1770 g/dl. Kadar Zn darah tikus pra dan pasca perlakuan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Kadar Zn darah tikus pra dan pasca perlakuan
Pelakuan Kadar Zn (g/dl) Perubahan kadar Zn (%)
Pra Perlakuan Pasca Perlakuan Peningkatan Penurunan
A 0.1280 0.1268 0.9375
B 0.1863 0.1967 5.5231
C 0.1258 0.1419 12.7980
Kontrol 0.1968 0.1770 10.0609
Dari Tabel 2 nampak bahwa kadar Zn darah tikus perlakuan A turun 0,9375 % B meningkat 5,5231 %, C meningkat 12,7980 % dan tikus kontrol turun 10,0609 %.Hasil analisis data menunjukkan bahwa Zn tikus perlakuan dan kontrol menunjukkan perbedaan yang nyata (F hitung F tabel 0,05).
Perlakuan terbaik adalah B yaitu pemberian serbuk albumin ikan gabus langsung pada luka. Luka tikus B lebih cepat kering dibanding perlakuan lain. Menurut Harper et al. (1996), penambahan intake Zn akan mempercepat penyembuhan luka. Peningkatan Zn tikus terjadi pada B dan C. Tingginya Zn awal tikus B 0,1863 g/dl menyebabkan luka tikus B lebih cepat sembuh. Peningkatan Zn darah tikus B dan C karena penyerapan Zn oleh tubuh berlangsung sempurna. Untuk perlakuan A dan kontrol mengalami penurunan Zn dalam tubuh hal ini disebabkan kurang baiknya penyerapan dan tingkat pengeluaran dari tubuh yang tinggi. Peningkatan kehilangan Zn dapat terjadi akibat pendarahan kronis, dimana cairan yang hilang mengandung Zn cukup tinggi.
3.3 Berat Badan Tikus
Berat badan tikus A naik 12,57 %, B naik 18,02%,C naik 7,68 % tikus kontrol naik 6,37 %. Berat badan tikus pra dan pasca perlakuan disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Berat badan rata-rata tikus pra perlakuan dan pasca perlakuan
Perlakuan Pra perlakuan Pasca perlakuan Peningkatan
(g) (%)
A 118.76 133.70 14.94 12.57
B 114.60 135.26 20.66 18.02
C 165.73 178.50 12.77 7.68
Kontrol 199.63 212.36 12.73 6.37
Hasil analisis data menunjukkan bahwa berat badan tikus perlakuan dan kontrol berbeda sangat nyata (F hitung F tabel 0,01). Rata-rata berat badan tikus perlakuan lebih tinggi dibanding berat badan tikus kontrol hal ini disebabkan karena pemberian serbuk albumin ikan gabus mengandung albumin cukup tinggi yang sangat dibutuhkan tubuh, mengingat fungsi albumin adalah sebagai protein transport. Montgomery et al. (1993), mengatakan bahwa albumin berperan dalam mengangkut molekul-molekul kecil yang kurang larut air seperti asam lemak, mengikat obat-obatan, anion dan kation kecil serta unsur-unsur runutan. Dengan adanya albumin ini tentunya akan memperlancar distribusi zat-zat makanan didalam tubuh sehingga metabolisme berjalan lancar dan pertumbuhan tidak terhambat hal ini ditandai dengan kenaikan berat badan.
Sedangkan tikus kontrol hanya naik 6,37 % karena tubuhnya tidak mendapatkan suplai nutrisi protein yang cukup. apalagi kondisi tikus sedang sakit (dilukai) dan kadar albumin rendah sehingga nutrisi yang diberikan dari pakan masih digunakan untuk proses penyembuhan luka, belum digunakan untuk pertumbuhan. Protein selain berfungsi untuk memperbaiki jaringan yang rusak, juga digunakan sebagai bahan bakar apabila keperluan energi untuk metabolisme tidak mampu dipenuhi oleh karbohidrat dan lemak (Winarno, 1993).
3.4 Penutupan Luka
Dari hasil pengamatan selama 6 hari menunjukkan bahwa pemberian serbuk albumin ikan gabus dapat mempercepat penutupan luka tikus. Kondisi awal luka dinyatakan 100 % dengan panjang luka 2 cm, kedalaman 1 – 2 mm, lebar 3 – 4 mm. Data pengamatan penutupan luka disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Pengamatan penutupan luka pada tikus
Perlakuan Hari (%)
1 2 3 4 5 6
A 0 12 20.33 35.5 60.16 87.5
B 0 16.66 30.66 50.5 75.83 98
C 0 14 24.83 39.33 64.16 90.16
Kontrol 0 4.16 12.16 24.66 39.33 44.83
Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa pada hari pertama, luka tidak mengalami perubahan nyata baik tikus perlakuan maupun kontrol. Hari ke dua, tikus A sudah menunjukkan penutupan luka sekitar 12 %, tikus B 16,66 %, C 14 %, sedangkan tikus kontrol hanya mengalami penutupan luka 4,16 %. Hari ke enam pengamatan, luka tikus perlakuan sudah sembuh. Tikus perlakuan A mengalami penutupan 87,5 %, tikus B 98 %, dan tikus C 90,16 % dan tikus kontrol 44,83 %.
Hasil analisis menunjukkan bahwa penutupan luka tikus perlakuan dan tikus kontrol berbeda sangat nyata (F hitung F tabel 0,01) yaitu tikus perlakuan lebih tinggi dibanding tikus kontrol. Perlakuan yang terbaik adalah B, dengan penutupan luka sebesar 98 %. Hal ini disebabkan karena pemberian serbuk albumin ikan gabus yang mengandung albumin dan Zn, dimana keduanya sangat berperan dalam penutupan luka. Menurut Tandra dkk, (1988), bahwa albumin mempunyai kemampuan berikatan dengan banyak bahan (Zn) sehingga albumin berguna dalam pengangkutan bahan tersebut melewati plasma menuju organ sasaran.
Hasil pengamatan foto jaringan kulit tikus perlakuan dan kontrol hari ke dua menunjukkan luka masih belum menutup. Pada hari ke enam luka tikus perlakuan sudah menutup dan jaringan kulit normal, sedangkan tikus kontrol belum sembuh total. Kulit berfungsi sebagai perlindungan terdiri dari dua lapis yaitu lapisan luar yang tipis (epidermis) dan lapisan tebal yang didalamnya disebut dermis (korium). Epidermis terdiri dari jaringan epitel ektoderm sedangkan dermis terdiri dari jaringan penghubung mesoderm (Arthur et al., 1961). Foto jaringan kulit tikus perlakuan dan tikus kontrol pada hari ke dua dan hari ke enam disajikan pada (Lampiran).
4. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian serbuk albumin ikan gabus (Ophiocephalus striatus) dengan metode pemberian secara lansung pada luka (B) mampu mempercepat penutupan luka, meningkatkan kadar serum albumin dan kadar Zn darah tikus dibanding perlakuan yang lain.
5. DAFTAR PUSTAKA
Anonymous, 2003. Pil dan obat-obatan. www.tvrimakasar.com
Davidson, SS.R. Passmore.,JF.Brook.AS.Truswell.1979. Human Nutrition
and dietetics.7th.edition.Churchill Livingstone.Edinburgh.London
Hadiwiyoto, S. 1993.Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan.Jilid 1
Liberty.Yogyakarta
Harper, HA.Mayes,PA and Rodwell.VW.1996. Biokimia. Editi 17. alih bahasa
Muliawan. Penerbit buku kedokteran EGC.Jakarta.
Japaries,W.1988. Elemen renik dan Pengaruhnya Terhadap Kesehatan.
Penerbit buku Kedokteran. EGC.Jakarta
Kemalasari,2002. Penggunaan Cairan Koloid di Bidang Penyakit Dalam.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta
Montgomery,R. RL.Dryen.tw.Conway,AA.Specton.1993. Biokimia suatu
Pendekatan Berorientasi Kasus.Edisi 4. GadjahMada University Press.
Yogyakarta
Murray.RK. Granner,DK. Mayes,PA and Rodwell.VW,1993. Biochemistry.
Prentice. Hall International Inc.New York.
Prawirokusumo, S. 1994. Ilmu Gizi Komparatif. BPFE.Yogyakarta
Smith,JB. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan penggunaan hewan
percobaan di daerah tropis.UI Press.Jakarta
Soemarko,1998. Pengaruh diet ikan Kutuk dan Telur Terhadap
Peningkatan Albumin dan Penutupan Luka Oprasi.RSSA.Malang
Suprayitno,E.2003. Albumin ikan gabus sebagai makanan fungsional
mengatasi permasalahan gizi masa depan. Pidato Pengukuhan Guru Besar
Universitas Brawijaya Malang
Traggono, 1990. Petunjuk Laboratorium Analisa Hasil Perikanan. Proyek
Peningkatan Perguruan Tinggi. UGM.Yogyakarta.
Winarno, 1993. Pangan, gizi, Teknologi dan konsumen. Gramedia. Pustaka
Utama. Jakarta
Rabu, 11 Februari 2009
Albumin Ikan Gabus
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Selamat kepada Prof. Dr. Ir. Eddy Suprayitno, MS karena telah terpilih menjadi Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang. Semoga mampu menjadikan fakultas kita tercinta sebagai yang terdepan diantara yang lain. Amin...
BalasHapus